Rabu, 09 Mei 2012

DEVIASI SEPTUM


DEVIASI sEPTUM


  
Disusun Oleh :
Rahayu Suci Lestari
0610070100027

  
Pembimbing :
dr.Magdalena Hutagalung, Sp. THT-KL



SMF ILMU PENYAKIT TELINGA HIDUNG DAN     TENGGOROKaN
RSU dr. Pirngadi Medan
Universitas Baiturrahmah
2012

BAB I
PENDAHULUAN

            Hidung merupakan organ terpenting yang mendapat perhatian dari biasanya karena merupakan suatu organ perlindungan tubuh terhadap lingkungan yang tidak menguntungkan. Pada era dimana kita semakin banyak penelitian dan publikasi ilmiah didedikasikan terhadap bahaya kerja dan polutan udara, suatu pemahaman mendasar mengenai anatomi dan fisiologi hidung adalah penting. Hidung mempunyai beberapa fungsi, yaitu:
·         Sebagai indra penghidu.
·         Menyiapkan udara inhalasi agar dapat digunakan paru-paru.
·         Mempengaruhi refleks tertentu pada paru-paru.
·         Memodifikasi bicara.
·         Memberikan tambahan resonansi pada suara.
·         Merupakan tempat bermuaranya sinus paranasalis dan saluran air mata.

Hidung terdiri dari dua bagian tulang yaitu:
1.      Tulang
a)      Parspendicularis os etmoidalis (bagian atas)
b)      Os vomer (bagian bawah)
2.      Cartilago
·         Cartilago septi nasi/ cartilago quadrangularis
septum nasi adalah dinding vertical yang membagi hidung menjadi dua bagaian. Bentuk septum nasi normal adalah lurus ditengah rongga hidung tetapi pada orang dewasa biasanya septum nasi tidak lueus sempurna di garis tengah. Deviasi septum yang ringan tidak akan mengganggu pada satu sisi hidung sehingga fungsi dari hidung itu sendiri akan terganggu.(1,2)

            Trauma merupakan penyebab terbanyak pada deviasi septum ini, trauma bisa saja dialami sesudah lahir, selama partus dan masa janin intrauterine, ketidakseimbangan pertumbuhan tulang rawan septum nasi yang terus tumbuh dapat pula menyebabkan deviasi septum nasi dimana pada saat bersamaan batas atas dan bawah septum nasi ini akan tertutup.(1,2)
            Bentuk normal septum adalah lurus ditengah rongga hidung tetapi pada orang dewasa biasanya septum nasi tidak lurus sempurna di garis tengah. Deviasi septum yang ringan tidak akan mengganggu, tetapi bila deviasi itu cukup berat, menyebabkan penyempitan pada satu sisi hidung. Dengan demikian dapat mengganggu fungsi hidung dan menyebabkan komplikasi.(2)

BAB II
ANATOMI HIDUNG
HIDUNG LUAR
           
            Hidung luar berbentuk piramid dengan bagian-bagiannya dari atas kebawah:
a)      Pangkal hidung (bridge)
b)      Dorsum nasi
c)      Puncak hidung
d)     Ala nasi
e)      Kolumela
f)       Lubang hidung (nares anterior)

Hidung luar menonjol pada garis tengah diantara pipi diantara pipi dengan bibir atas.
Struktur luar hidung dapat dibedakan atas tiga bagian:
a)      Paling atas : kubah tulang, yang tidak dapat digerakkan.
b)      Dibawahnya : terdapat kubah kartilago yang dapat sedikit digerakan.
c)      Paling bawah : terdapat lobulus hidung yang mudah digerakkan.

Belahan bawah apertura piriformis hanya kerangka saja, memisahkan hidung luar
dengan hidung dalam. Di sebelah superior, struktur tulang hidung luar berupa prosesus maksila yang berjalan ke atas dan kedua tulang hidung, semuanya disokong oleh prosesus nasalis tulang frontalis dan suatu bagian lamina perpendikularis tulang etmoidalis. Spina nasalis anterior, dapat pula dianggap sebagian dari hidung luar. Bagian berikutnya, yaitu kubah kartilago yang sedikit dapat digerakan, dibentuk oleh kartilago lateralis superior yang saling berfusi di garis tengah serta berfusi pula dengan tepi atas kartilago septum kuadrangularis. Sepertiga bawah hidung luar atau lobulus hidung, dipertahankan bentuknya oleh kartilago lateralis inferior. Lobulus menutup vestibulum nasi dan dibatasi di sebelah medial oleh kolumela, dilateral oleh ala nasi dan anterosuperior oleh ujung hidung. Mobilitas lobulus hidung penting untuk ekspresi wajah, gerakan mengendus dan bersin.(1,2)
            Otot ekspresi wajah yang terletak subkutan diatas tulang hidung, pipi anterior dan bibir atas menjamin mobilitas lobulus. Jaringan ikat subkutan dan kulit juga ikut menyokong hidung luar. Struktur tersempit dari seluruh saluran pernafasan atas adalah pada limen nasi atau os internum.(1,2)

HIDUNG DALAM
            Kerangka tulang terdiri dari:
a)      Tulang hidung (os nasalis)
b)      Prosesus frontalis os maksila
c)      Prosesus nasalis os frontalis
Sedangkan kerangka tulang rawan terdiri dari beberapa pasang tulang rawan yang
terletak di bagian bawah hidung, yaitu:
a)      Sepasang kartilago nasalis lateralis superior.
b)      Sepasang kartilago nasalis lateralis superior inferior yang disebut kartilago ala mayor
c)      Beberapa pasang kartilago ala minor
d)     Tepi anterior kartilago septum.(1,2)

Hidung bagian dalam terbentang dari os internum di sebelah anterior hingga koana di posterior yang memisahkan rongga hidung  dari nasofaring. Septum nasi merupakan struktur tulang di garis tengah, secara anatomi membagi organ menjadi dua hidung. Septum nasi dibentuk oleh tulang dan tulang rawan. Bagian tulangnya adalah:
a)      Lamina perpendikularis
b)      Os etmoid
c)      Vomer
d)     Krista nasalis os maksila
e)      Krista nasalis os palatina.


Bagian tulang rawan adalah :
a)      Kartilago septum (lamina kuadrangularis)
b)      Kolumela.(1,2)

Pintu atau lubang masuk kavum nasi bagian depat disebut nares anterior dan lubang belakang disebut nares posterior (koana) yang menghubungkan kavum nasi dengan nasofaring. Tiap kavum nasi mempunyai empat dinding yaitu dinding medial, lateral, inferior, dan superior. Dinding medial adalah septum nasi. Pada dinding lateral hidung terdapt empat buah konka dengan rongga hidung yang tidak teratur diantaranya konka superior, media, inferior, sedangkan yang terkecil disebut konka superema. Yang biasanya rudimeter. Konka inferior merupakan tulang tersendiri yang melekat pada os maksila labirin etmoid. Sedangkan konka media, superior, dan suprema merupakan bagian dari labirin etmoid. Sementara kerangka tulang nampaknya menentukan diameteryang pasti dari rongga udara, struktur jaringan lunak yang menutupi dalam cendrung bervariasi tebalnya, juga mengubah resistensi dan akibatnya tekanan dan volume aliran udara inspirasi dan ekspirasi. Diameter yang berbeda-beda disebabkan oleh kongesti dan dekongesti mukosa, perubahan badan vaskuler yang dapat mengembang pada konka dan septum atas dan dari krusta dan deposit atau sekret mukosa. Hiatus semilunaris dari meatus media merupakan muara sinus frontalis, etmoidalis anterior dan sinus maksilaris. Sel-sel sinus etmoidalis posterior bermuara pada resesus spenoetmoidali. Ujung-ujung saraf olfaktoriusmenempati daerah kecil pada bagian medial dan lateral dinding hidung dalam dan ke atas hingga kubah hidung.(1,2)

HISTOPATOLOGI HIDUNG
MUKOSA PERNAFASAN HIDUNG
            Epitel organ pernafasan yang biasanya berupa epitel toraks bersilia, bertingkat palsu (pseudosrtartified), berbeda-beda pada berbagai hidung, tergantung pada tekanan dan aliran udara, demikian pula suhu dan derajat kelembaban udara. Jadi, mukosa pada ujung anterior konka dan septum sedikit melampaui os internum masih dilapisi oleh epitel berlapis gepeng tanpa silis lanjutan epitel kulit vestibulum nasi. Sepanjang jalur utamaarus inspirasiepitel menjadi toraks, silis pendek dan agak irreguler. Sel-sel meatus media inferior terutama menangani arus ekspirasi memiliki silia yang panjang yang tersusun rapi. Sinus mengandung epitel kubus dan silia yang panjang dan jaraknya antaranya. Kekuatan aliran udara yang melewati berbagai lokasi juga mempengaruhi ketebalan lamina propria dan jumlah kelenjar mukosa. Lamina propria tipis pada daerah di mana aliran udara lambat atau lemah, namun tebal di daerah aliran udara yang kuat. Jumlah kelenjar penghasil sekret dan sel goblet, yaitu sumber dari lapisan mukus, sebanding dengan ketebalan lamina propria. Lapisan mukus yang sangat kental dan lengket menangkap debu, benda asing, dan bakteri yang terhirup dan melalui kerja silia benda-benda ini diangkut ke faring, selanjutnya di telan dan dihancurkan oleh lambung. Losozim dan imunoglobulin A (IgA) ditemukan pula dalam lapisan mukus, dan melindungi lebih lanjut terhadap patogen. Lapisan mukus hidung diperbaharui tiga sampai empat kali dalam satu jam. Silia struktur terkecil mirip rambut gerak secera cepat kearah aliran lapisan, kemudian membengkok dan kembali tegak dengan lebih lambat. Kecepatan pukulan silia kira-kira 700 – 1000 siklus per menit.(1,2)

SILIA
            Silia yang panjangnya sekitar 5-7 mikron terletak pada lamina akhir sel-sel permukaan epitelium dn jumlahnya sekitar 100 permikron persegi, atau sekitar 250 per sel pada saluran nafas atas. Silia bekerja hampir otomatis. Misalnya sel dapat saja terbelah menjadi pecahan-pecahan kecil tanpa menghentikan gerakan silia. Suatu silia tunggal akan terus bergerak selama bagian kecil sitoplasma yang menyelubungi korpus basalis silia tetap melekat padanya. Semua silia pada suatu daerah epitel dikoordinasikan dengan cara mengagumkan. Masing-masing silia pada saat melecut,bergerak secara metakronis dengan silia yang disekitarnya. Bila lecutan silia diamati, maka lajur silia akan membengkok serentak dan baris silia membengkok berurutan. Lecutan tersebut tidak hanya terkoordinasi menurut waktu, tetapi juga menurut arahnya pada jutaan epitel dalm sinus, yang merupakan faktor penting dalam mengangkat mukus ke nasofaring.(1,2)

AREA OLFAKTORIUS
            Variasi antar individu yang besar mencirikan struktur regio penghidu, perbedaan ini dapat menyangkut ketebalan mukosa (biasanya sekitar 60 mikron), ukuran sel, dan vesikel olfaktorius. Perbatasan regio penghidu dengan pernafasan umumnya berbatas tegas meskipun tidak teratur.(1,2)
            Pada manusia, epitel penghidu bertingkat toraks terdiri dari tiga jenis:
·         Sel saraf bipolar olfaktorius.
·         Sel sustentakuler penyokong yang besar jumlahnya.
·         Sejumlah sel basal yang kecil, merupakan sel induk dari sel sustentakuler.(1,2)

SUPLAI DARAH
            Cabang sfenopalatina dan arteri maksila interna menyuplai konka, meatus dan septum. Cabang etmoidalis anterior dan posterior dari arteri oftalmika menyuplai sinus frontalis dan etmoidalis serta atap hidung. Vena-vena membentuk suatu pleksus kavernosus yang rapat di bawah membran mukosa. Pleksus ini terlihat nyata di atas konka media dan inferior, serta bagian septum di mana ia membentuk jaringan erektil. Drainase vena terutama melalui vena oftalmika, fasialis anterior dan sfenopalatina.(1,2)

SISTEM LIMFATIK
      Sistem limfatik hidung sangat kaya dimana terdapat jaringan pembuluh anterior dan posterior. Jaringan limfatik anterior adalah kedil dan bermuara di sepanjang pembuluh fasialis dan menuju leher. Jaringan ini mengurus hampir seluruh bangian anterior hidung, vestibulum dan daerah prekonka. Jaringan limfatik posterior mengurus mayoritas anatomi hidung, menggabungkan ketiga saluran utama di daerah hidung belakang saluran superior, media, dan inferior. Kelompok superior berasal dari konka media dan superior, dan bagian dinding hidung yang berkaitan, berjalan diatas tuba eustakius, mengurus konka inferior, meatus inferior, sebagian dasar hidung dan menuju kelenjar limfe di sepanjang pembuluh jugularis interna.(1,2)

SUPLAI SARAF
      Pada suplai saraf yang terlibat langsung adalh saraf kranial pertama untuk penghiduan, divisi oftalmikus dan maksilaris dari saraf trigeminusuntuk impuls aferen sensorik lainnya, saraf fasialis untuk gerakan otot-otot pernafasan pada hidung luar dan sistem saraf otonom yang melalui ganglion sfenopalatina, yang mengontrol diameter vena dan arteri hidung dan juga produksi mukus, dengan demikian dapat mengubah pengaturan hantaran, suhu, dan kelembaban aliran udara.(1,2)

FISIOLOGI HIDUNG
JALAN NAFAS
            Pada inspirasi, udara masuk melalui nares anterior lalu naik setinggi konka media dan kemudian turun kebawah kearah nasofaring sehingga aliran udara ini membentuk lengkungan atau arkus. Pada ekspirasi udara masuk melalui koana dan kemudian mengikuti jalan yang sama seperti udara inspirasi. Akan tetapi, di bagian depan aliran udara memecah. Sebagian akan melalui nares anterior dan sebagian lagi akan kembali ke belakang membentuk pusaran dan bergabung dengan aliran nasofaring.(1)

PENGATUR KONDISI UDARA ( AIR CONDITIONING)
            Fungsi hidung sebagai pengatur kondisi udara perlu untuk mempersiapkan udara yang akan masuk ke dalam alveolus paru. Fungsi ini dilakukan dengan cara mengatur kelembaban udara. Fungsi ini dilakukan oleh palut lendir (mucos blanket). Pada musim panas, udara hampir jenuh oleh uap air, penguapan dari lapisan ini sedikit, sedangkan pada musim dingin akan terjadi keadaan sebaliknya.(1,2)
            Mengatur suhu. Fungsi ini dimungkinkan karena banyaknya pembuluh darah di bawah dan adanya permukaan konka dan septum yang luas, seningga radiasi dapat berlangsung secara optimal. Dengan demikian suhu udara setelah melalui hidung kurang lebih 37 oC

PENYARING DAN PELINDUNG
            Fungsi ini berguna untuk membersihkan udara inspirasi dari debu dan bakteri dan dilakukan oleh rambut pada vestibulum nasi, silia dan palut lendir. Debu dan bakteri akan melekat pada palut lendir dan pertikel-pertikel yang besar akan dikeluarkan dengan refleks bersin. Palut lendir ini akan dialirkan ke nasofaring oleh gerakan silia. Faktor lainnya adalah enzim yang dapat menghancurkan beberapa jenis bakteri yang disebut lysozyme.(2)


INDRA PENGHIDUAN
            Hidung juga bekerja sebagai indra penghidu dengan adanya mukosa olfaktorius pada atap rongga hidung, konka superior dan sepertiga bagian atas septum. Partikel bau dapat mencapai daerah ini dengan cara difusi dengan palut lendir atau bila menarik nafas dengan kuat. Menurut teori kimia, partikel-partikel zat yang berbau disebarkan secara difus lewat udara dan energi yang serupa dengan tempaan ringan pada ujung saraf olfaktorius. Tanpa memandang mekanismenya, indra penghidu cepat menghilang.(1,2)

RESONANSI BICARA
            Resonansi oleh hidung penting untuk kualitas suara ketika bicara dan menyanyi. Sumbatan hidung akan menyebabkan resonansi berkurang atau hilang, sehingga terdengar suara sengau (rinolalia).(2)

PROSES BICARA
            Hidung membantu proses pembentukan kata-kata. Kata dibentuk oleh lidah, bibir, dan palatum mole. Pada pembentukan konsonan nasal menyebabkan rongga mulut tertutup dan hidung terbuka, palatum mole turun untuk aliran udara.(2)

REFLEKS NASAL
            Mukosa hidung merupakan reseptor refleks yang berhubungan dengan saluran cerna, kardiovaskuler dan pernafasan. Contoh : iritasi mukosa hidung menyebabkan refleks bersin dan nafas terhenti. Rangsang bau tertentu menyebabkan sekresi kelenjar liur, lambung dan pankreas.(2)
           


BAB III
DEVIASI SEPTUM
DEFINISI
            Septum nasi (hidung) adalah dinding vertikal yang membagi rongga hidung menjadi dua rongga hidung.(3)
            Deviasi septum adalah kelainan bentuk septum nasi akibat trauma dan pertumbuhan tulang rawan yang tidak seimbang sehingga melibatkan perpindahan dari septum hidung.(2,3,4,5,6,9,10)

ETIOLOGI
      Penyebab paling sering adalah trauma. Trauma dapat terjadi sesudah lahir, pada waktu partus atau bahkan pada masa janin intrauterine. Ketidakseimbangan pertumbuhan menyebabka tulang rawan septum nasi terus tumbuh meskipun batas superior dan inferior telah menetap. Trauma dapat juga berupa pukulan ke wajah.Dengan demikian terjadilah deviasi septum.(1,2,3,4,5,8,9,10)


INSIDEN
            Obstruksi nasal adalah masalah yang sering dijumpai. Pada tahun 1974, Vainio-Mattila menemukan 33% insiden dari obstruksi jalan nafas hidung diantara sample dewasa acak. Deviasi septum ditemukan lebih sering ditemukan berupa malformasi struktural yang menyebabkan obstruksi hidung. Pada klinis ditemukannya 26% untuk kasus deviasi septum.(10)

BENTUK DEFORMITAS
            Bentuk deformitas septum adalah;
1.      Deviasi, biacanya berbentuk huruf C atau S
2.      Dislokasi, yaitu bagian bawah kartilago septum keluar dari krista maksila dan masuk kedalam rongga hidung.
3.      Penonjolan tulang atau tulang rawan septum, bila memanjang dari tulang rawan septum, bila memanjang dari depan ke belakang disebut krista dan bila sangat runcing dan pipih disebut spina
4.      Bila deviasi dan krista septum bertemu dan melekat dengan konka dihadapannya disebut sinekia.
Bentuk ini akan menambah beratnya obstruksi.(2,10)

GEJALA KLINIK
      Keluhan yang paling sering pada deviasi septum adalah sumbatan hidung. Sumbatan bisa unilateral, dapat pula bilateral, sebab pada sisi deviasi terdapat konka hipotrofi, sedangkan pada sisi  sebelahnya terjadi konka yang hipertrofi, sebagai akibat mekanisme kompensasi.(2,4,7,10)
            Keluhan lainnya dapat dari beberapa gejala berikut:
a)      Rasa nyeri di kepala dan di sekitar mata.
b)      Penciuman terganggu (apabila terdapat deviasi pada bagian atas septum).
c)      Sinusitis (apabila deviasi septum menyumbat ostium sinus)
d)     Perdarahan hidung berulang.
e)      Mendengkur ketika tidur (pada bayi dan anak-anak)
(2,4,7,8,9,10)

DIAGNOSA
      Diagnosis ditegakan berdasarkan gejala dan hasil pemeriksaan fisik.(4)

TERAPI
Apabila gejala tidak ada atau keluhan sangat ringan tidak diperlukan dilakukan tindakan koreksi septum. Ada dua jenis tindakan operatif yang dapat dilakukan pada pasien dengan keluhan yang nyata yaitu reseksi submukosa dan septoplasti.(2,3,4,5,6,8,9,10)

a)      RESEKSI SUBMUKOSA (SUBMUCOUS SEPTUM RESECTION SMR)
Pada operasi ini mukosa perikondium dan mukoperiostium kedua sisi dilepaskan dari tulang rawan dan tulang septum. Bagian tulang atau tulang rwan dari septum kemudian diangkat, sehingga mukoperikondrium dan mukoperistium sisi kiri dan kanan akan langsung bertemu di garis tengah.
Reseksi submukosa dapat menyebabkan komplikasi seperti terjadinya hidung pelana (saddle nose) akibat turunya puncak hidung, oleh karena bagian atas tulang rawan septum terlalu banyak diangkat.(2,3,6,10)

b)     SEPTOPLASTI ATAU REPOSISI SEPTUM
Pada operasi ini, tulang rawan yang bengkok direposisi. Hanya bagian yang berlebihan saja yang dikeluarkan. Dengan cara operasi ini dapat dicegah komplikasi yang mungkin timbul pada operasi reseksi mukosa, seperti terjadinya perforasi septum dan hidung pelana.(2,3,4,5,7,8,10)

PROGNOSIS
      Prognosis pada pasien deviasi septum setelah menjalani operasi cukup baik dan menghindari terjadinya trauma.


DAFTAR PUSTAKA
1.      Adam L. George, Boies R. Lawrance, Higler A. Peter, Boies Buku Ajar Penyakit THT, Penerbit EGC Jakarta, hal: 173 -235
2.      Soepardi Arsyad E, Iskandar Nurbaiti, Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorokan Kepala Leher, Penerbit FK UI Jakarta, 2001, Hal: 88 – 89
3.      Otolaryngology Houston, What is the nasal septum, available from : http://www.ghorayeb.com/SeptumSurgery.html#anchor_12
4.      Deviasi  Septum,  available from :
5.      Nasal Septum Deviasi, available from : http://www.wikipedia.com
6.      Ballenger Jacob John, Penyakit Telinga Hidung Tenggorok Kepala Leher, Penerbit Binarupa Aksara, Jakarta, hal: 99 – 111
7.      Deviasi Septum, available from: http://indonesiaindonesia.com/f/13242-deviasi-septum/
8.      Santos, Septoplasty, available from : http://www.facialbeauty.com last update 2008
9.      Septum Deviasi, available from: http://www.emedicine.com last update 2009
10.  Septum Deviasi, available from: http://hennykartika.wordpress.com/?s=septum+deviasi



Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Love Myspace Comments
MyNiceProfile.com