DEVIASI sEPTUM
Disusun Oleh :
Rahayu Suci Lestari
0610070100027
Pembimbing :
dr.Magdalena Hutagalung, Sp. THT-KL
SMF ILMU PENYAKIT TELINGA HIDUNG DAN TENGGOROKaN
RSU dr. Pirngadi Medan
Universitas Baiturrahmah
2012
BAB I
PENDAHULUAN
Hidung
merupakan organ terpenting yang mendapat perhatian dari biasanya karena
merupakan suatu organ perlindungan tubuh terhadap lingkungan yang tidak
menguntungkan. Pada era dimana kita semakin banyak penelitian dan publikasi
ilmiah didedikasikan terhadap bahaya kerja dan polutan udara, suatu pemahaman
mendasar mengenai anatomi dan fisiologi hidung adalah penting. Hidung mempunyai
beberapa fungsi, yaitu:
·
Sebagai indra
penghidu.
·
Menyiapkan
udara inhalasi agar dapat digunakan paru-paru.
·
Mempengaruhi
refleks tertentu pada paru-paru.
·
Memodifikasi
bicara.
·
Memberikan
tambahan resonansi pada suara.
·
Merupakan
tempat bermuaranya sinus paranasalis dan saluran air mata.
Hidung terdiri dari dua bagian tulang yaitu:
1. Tulang
a) Parspendicularis os etmoidalis (bagian atas)
b) Os vomer (bagian bawah)
2. Cartilago
·
Cartilago
septi nasi/ cartilago quadrangularis
septum nasi adalah dinding vertical
yang membagi hidung menjadi dua bagaian. Bentuk septum nasi normal adalah lurus
ditengah rongga hidung tetapi pada orang dewasa biasanya septum nasi tidak
lueus sempurna di garis tengah. Deviasi septum yang ringan tidak akan
mengganggu pada satu sisi hidung sehingga fungsi dari hidung itu sendiri akan
terganggu.(1,2)
Trauma
merupakan penyebab terbanyak pada deviasi septum ini, trauma bisa saja dialami
sesudah lahir, selama partus dan masa janin intrauterine, ketidakseimbangan
pertumbuhan tulang rawan septum nasi yang terus tumbuh dapat pula menyebabkan
deviasi septum nasi dimana pada saat bersamaan batas atas dan bawah septum nasi
ini akan tertutup.(1,2)
Bentuk normal septum
adalah lurus ditengah rongga hidung tetapi pada orang dewasa biasanya septum
nasi tidak lurus sempurna di garis tengah. Deviasi septum yang ringan tidak
akan mengganggu, tetapi bila deviasi itu cukup berat, menyebabkan penyempitan
pada satu sisi hidung. Dengan demikian dapat mengganggu fungsi hidung dan
menyebabkan komplikasi.(2)
BAB II
ANATOMI HIDUNG
HIDUNG
LUAR
Hidung
luar berbentuk piramid dengan bagian-bagiannya dari atas kebawah:
a) Pangkal hidung (bridge)
b) Dorsum nasi
c) Puncak hidung
d) Ala nasi
e) Kolumela
f) Lubang hidung (nares
anterior)
Hidung luar menonjol pada garis tengah diantara
pipi diantara pipi dengan bibir atas.
Struktur luar hidung dapat dibedakan atas tiga
bagian:
a) Paling atas : kubah tulang, yang tidak dapat
digerakkan.
b) Dibawahnya : terdapat kubah kartilago yang dapat
sedikit digerakan.
c) Paling bawah : terdapat lobulus hidung yang mudah
digerakkan.
Belahan bawah apertura piriformis hanya kerangka
saja, memisahkan hidung luar
dengan hidung dalam. Di sebelah superior, struktur
tulang hidung luar berupa prosesus maksila yang berjalan ke atas dan kedua
tulang hidung, semuanya disokong oleh prosesus nasalis tulang frontalis dan
suatu bagian lamina perpendikularis tulang etmoidalis. Spina nasalis anterior,
dapat pula dianggap sebagian dari hidung luar. Bagian berikutnya, yaitu kubah
kartilago yang sedikit dapat digerakan, dibentuk oleh kartilago lateralis
superior yang saling berfusi di garis tengah serta berfusi pula dengan tepi
atas kartilago septum kuadrangularis. Sepertiga bawah hidung luar atau lobulus
hidung, dipertahankan bentuknya oleh kartilago lateralis inferior. Lobulus
menutup vestibulum nasi dan dibatasi di sebelah medial oleh kolumela, dilateral
oleh ala nasi dan anterosuperior oleh ujung hidung. Mobilitas lobulus hidung
penting untuk ekspresi wajah, gerakan mengendus dan bersin.(1,2)
Otot
ekspresi wajah yang terletak subkutan diatas tulang hidung, pipi anterior dan
bibir atas menjamin mobilitas lobulus. Jaringan ikat subkutan dan kulit juga
ikut menyokong hidung luar. Struktur tersempit dari seluruh saluran pernafasan
atas adalah pada limen nasi atau os internum.(1,2)
HIDUNG
DALAM
Kerangka tulang terdiri dari:
a) Tulang hidung (os nasalis)
b) Prosesus frontalis os maksila
c) Prosesus nasalis os frontalis
Sedangkan kerangka tulang rawan terdiri dari
beberapa pasang tulang rawan yang
terletak
di bagian bawah hidung, yaitu:
a) Sepasang kartilago nasalis lateralis superior.
b) Sepasang kartilago nasalis lateralis superior
inferior yang disebut kartilago ala mayor
c) Beberapa pasang kartilago ala minor
d) Tepi anterior kartilago septum.(1,2)
Hidung bagian dalam terbentang dari os internum di
sebelah anterior hingga koana di posterior yang memisahkan rongga hidung dari nasofaring. Septum nasi merupakan
struktur tulang di garis tengah, secara anatomi membagi organ menjadi dua
hidung. Septum nasi dibentuk oleh tulang dan tulang rawan. Bagian tulangnya
adalah:
a) Lamina perpendikularis
b) Os etmoid
c) Vomer
d) Krista nasalis os maksila
e) Krista nasalis os palatina.
Bagian tulang rawan adalah :
a) Kartilago septum (lamina kuadrangularis)
b) Kolumela.(1,2)
Pintu atau lubang masuk kavum nasi bagian depat disebut nares anterior dan
lubang belakang disebut nares posterior (koana) yang menghubungkan kavum nasi
dengan nasofaring. Tiap kavum nasi mempunyai empat dinding yaitu dinding
medial, lateral, inferior, dan superior. Dinding medial adalah septum nasi.
Pada dinding lateral hidung terdapt empat buah konka dengan rongga hidung yang
tidak teratur diantaranya konka superior, media, inferior, sedangkan yang
terkecil disebut konka superema. Yang biasanya rudimeter. Konka inferior
merupakan tulang tersendiri yang melekat pada os maksila labirin etmoid.
Sedangkan konka media, superior, dan suprema merupakan bagian dari labirin
etmoid. Sementara kerangka tulang nampaknya menentukan diameteryang pasti dari
rongga udara, struktur jaringan lunak yang menutupi dalam cendrung bervariasi
tebalnya, juga mengubah resistensi dan akibatnya tekanan dan volume aliran
udara inspirasi dan ekspirasi. Diameter yang berbeda-beda disebabkan oleh
kongesti dan dekongesti mukosa, perubahan badan vaskuler yang dapat mengembang
pada konka dan septum atas dan dari krusta dan deposit atau sekret mukosa.
Hiatus semilunaris dari meatus media merupakan muara sinus frontalis,
etmoidalis anterior dan sinus maksilaris. Sel-sel sinus etmoidalis posterior
bermuara pada resesus spenoetmoidali. Ujung-ujung saraf olfaktoriusmenempati
daerah kecil pada bagian medial dan lateral dinding hidung dalam dan ke atas
hingga kubah hidung.(1,2)
HISTOPATOLOGI HIDUNG
MUKOSA
PERNAFASAN HIDUNG
Epitel
organ pernafasan yang biasanya berupa epitel toraks bersilia, bertingkat palsu
(pseudosrtartified), berbeda-beda
pada berbagai hidung, tergantung pada tekanan dan aliran udara, demikian pula
suhu dan derajat kelembaban udara. Jadi, mukosa pada ujung anterior konka dan
septum sedikit melampaui os internum masih dilapisi oleh epitel berlapis gepeng
tanpa silis lanjutan epitel kulit vestibulum nasi. Sepanjang jalur utamaarus
inspirasiepitel menjadi toraks, silis pendek dan agak irreguler. Sel-sel meatus
media inferior terutama menangani arus ekspirasi memiliki silia yang panjang
yang tersusun rapi. Sinus mengandung epitel kubus dan silia yang panjang dan
jaraknya antaranya. Kekuatan aliran udara yang melewati berbagai lokasi juga
mempengaruhi ketebalan lamina propria dan jumlah kelenjar mukosa. Lamina
propria tipis pada daerah di mana aliran udara lambat atau lemah, namun tebal
di daerah aliran udara yang kuat. Jumlah kelenjar penghasil sekret dan sel
goblet, yaitu sumber dari lapisan mukus, sebanding dengan ketebalan lamina propria.
Lapisan mukus yang sangat kental dan lengket menangkap debu, benda asing, dan
bakteri yang terhirup dan melalui kerja silia benda-benda ini diangkut ke
faring, selanjutnya di telan dan dihancurkan oleh lambung. Losozim dan
imunoglobulin A (IgA) ditemukan pula dalam lapisan mukus, dan melindungi lebih
lanjut terhadap patogen. Lapisan mukus hidung diperbaharui tiga sampai empat
kali dalam satu jam. Silia struktur terkecil mirip rambut gerak secera cepat
kearah aliran lapisan, kemudian membengkok dan kembali tegak dengan lebih
lambat. Kecepatan pukulan silia kira-kira 700 – 1000 siklus per menit.(1,2)
SILIA
Silia
yang panjangnya sekitar 5-7 mikron terletak pada lamina akhir sel-sel permukaan
epitelium dn jumlahnya sekitar 100 permikron persegi, atau sekitar 250 per sel
pada saluran nafas atas. Silia bekerja hampir otomatis. Misalnya sel dapat saja
terbelah menjadi pecahan-pecahan kecil tanpa menghentikan gerakan silia. Suatu
silia tunggal akan terus bergerak selama bagian kecil sitoplasma yang menyelubungi
korpus basalis silia tetap melekat padanya. Semua silia pada suatu daerah
epitel dikoordinasikan dengan cara mengagumkan. Masing-masing silia pada saat
melecut,bergerak secara metakronis dengan silia yang disekitarnya. Bila lecutan
silia diamati, maka lajur silia akan membengkok serentak dan baris silia
membengkok berurutan. Lecutan tersebut tidak hanya terkoordinasi menurut waktu,
tetapi juga menurut arahnya pada jutaan epitel dalm sinus, yang merupakan
faktor penting dalam mengangkat mukus ke nasofaring.(1,2)
AREA
OLFAKTORIUS
Variasi
antar individu yang besar mencirikan struktur regio penghidu, perbedaan ini
dapat menyangkut ketebalan mukosa (biasanya sekitar 60 mikron), ukuran sel, dan
vesikel olfaktorius. Perbatasan regio penghidu dengan pernafasan umumnya
berbatas tegas meskipun tidak teratur.(1,2)
Pada
manusia, epitel penghidu bertingkat toraks terdiri dari tiga jenis:
·
Sel saraf
bipolar olfaktorius.
·
Sel
sustentakuler penyokong yang besar jumlahnya.
·
Sejumlah sel
basal yang kecil, merupakan sel induk dari sel sustentakuler.(1,2)
SUPLAI DARAH
Cabang
sfenopalatina dan arteri maksila interna menyuplai konka, meatus dan septum.
Cabang etmoidalis anterior dan posterior dari arteri oftalmika menyuplai sinus
frontalis dan etmoidalis serta atap hidung. Vena-vena membentuk suatu pleksus
kavernosus yang rapat di bawah membran mukosa. Pleksus ini terlihat nyata di
atas konka media dan inferior, serta bagian septum di mana ia membentuk
jaringan erektil. Drainase vena terutama melalui vena oftalmika, fasialis
anterior dan sfenopalatina.(1,2)
SISTEM LIMFATIK
Sistem limfatik hidung sangat kaya dimana terdapat jaringan pembuluh
anterior dan posterior. Jaringan limfatik anterior adalah kedil dan bermuara di
sepanjang pembuluh fasialis dan menuju leher. Jaringan ini mengurus hampir
seluruh bangian anterior hidung, vestibulum dan daerah prekonka. Jaringan
limfatik posterior mengurus mayoritas anatomi hidung, menggabungkan ketiga
saluran utama di daerah hidung belakang saluran superior, media, dan inferior.
Kelompok superior berasal dari konka media dan superior, dan bagian dinding
hidung yang berkaitan, berjalan diatas tuba eustakius, mengurus konka inferior,
meatus inferior, sebagian dasar hidung dan menuju kelenjar limfe di sepanjang
pembuluh jugularis interna.(1,2)
SUPLAI SARAF
Pada suplai saraf yang terlibat langsung adalh saraf kranial pertama untuk
penghiduan, divisi oftalmikus dan maksilaris dari saraf trigeminusuntuk impuls
aferen sensorik lainnya, saraf fasialis untuk gerakan otot-otot pernafasan pada
hidung luar dan sistem saraf otonom yang melalui ganglion sfenopalatina, yang
mengontrol diameter vena dan arteri hidung dan juga produksi mukus, dengan
demikian dapat mengubah pengaturan hantaran, suhu, dan kelembaban aliran udara.(1,2)
FISIOLOGI HIDUNG
JALAN
NAFAS
Pada inspirasi, udara masuk melalui nares anterior lalu naik setinggi konka
media dan kemudian turun kebawah kearah nasofaring sehingga aliran udara ini
membentuk lengkungan atau arkus. Pada ekspirasi udara masuk melalui koana dan
kemudian mengikuti jalan yang sama seperti udara inspirasi. Akan tetapi, di
bagian depan aliran udara memecah. Sebagian akan melalui nares anterior dan
sebagian lagi akan kembali ke belakang membentuk pusaran dan bergabung dengan
aliran nasofaring.(1)
PENGATUR
KONDISI UDARA ( AIR CONDITIONING)
Fungsi hidung sebagai pengatur kondisi udara perlu untuk mempersiapkan
udara yang akan masuk ke dalam alveolus paru. Fungsi ini dilakukan dengan cara
mengatur kelembaban udara. Fungsi ini dilakukan oleh palut lendir (mucos blanket). Pada musim panas, udara
hampir jenuh oleh uap air, penguapan dari lapisan ini sedikit, sedangkan pada
musim dingin akan terjadi keadaan sebaliknya.(1,2)
Mengatur suhu. Fungsi ini dimungkinkan
karena banyaknya pembuluh darah di bawah dan adanya permukaan konka dan septum
yang luas, seningga radiasi dapat berlangsung secara optimal. Dengan demikian
suhu udara setelah melalui hidung kurang lebih 37 oC
PENYARING
DAN PELINDUNG
Fungsi ini berguna untuk membersihkan udara inspirasi dari debu dan bakteri
dan dilakukan oleh rambut pada vestibulum nasi, silia dan palut lendir. Debu
dan bakteri akan melekat pada palut lendir dan pertikel-pertikel yang besar
akan dikeluarkan dengan refleks bersin. Palut lendir ini akan dialirkan ke
nasofaring oleh gerakan silia. Faktor lainnya adalah enzim yang dapat
menghancurkan beberapa jenis bakteri yang disebut lysozyme.(2)
INDRA PENGHIDUAN
Hidung
juga bekerja sebagai indra penghidu dengan adanya mukosa olfaktorius pada atap
rongga hidung, konka superior dan sepertiga bagian atas septum. Partikel bau
dapat mencapai daerah ini dengan cara difusi dengan palut lendir atau bila
menarik nafas dengan kuat. Menurut teori kimia, partikel-partikel zat yang
berbau disebarkan secara difus lewat udara dan energi yang serupa dengan
tempaan ringan pada ujung saraf olfaktorius. Tanpa memandang mekanismenya,
indra penghidu cepat menghilang.(1,2)
RESONANSI
BICARA
Resonansi
oleh hidung penting untuk kualitas suara ketika bicara dan menyanyi. Sumbatan
hidung akan menyebabkan resonansi berkurang atau hilang, sehingga terdengar
suara sengau (rinolalia).(2)
PROSES
BICARA
Hidung
membantu proses pembentukan kata-kata. Kata dibentuk oleh lidah, bibir, dan
palatum mole. Pada pembentukan konsonan nasal menyebabkan rongga mulut tertutup
dan hidung terbuka, palatum mole turun untuk aliran udara.(2)
REFLEKS
NASAL
Mukosa hidung merupakan reseptor refleks yang berhubungan dengan saluran
cerna, kardiovaskuler dan pernafasan. Contoh : iritasi mukosa hidung
menyebabkan refleks bersin dan nafas terhenti. Rangsang bau tertentu
menyebabkan sekresi kelenjar liur, lambung dan pankreas.(2)
BAB III
DEVIASI SEPTUM
DEFINISI
Septum nasi (hidung) adalah dinding
vertikal yang membagi rongga hidung menjadi dua rongga hidung.(3)
Deviasi
septum adalah kelainan bentuk septum nasi akibat trauma dan pertumbuhan tulang
rawan yang tidak seimbang sehingga melibatkan perpindahan dari septum hidung.(2,3,4,5,6,9,10)
ETIOLOGI
Penyebab paling sering adalah trauma. Trauma dapat terjadi sesudah lahir,
pada waktu partus atau bahkan pada masa janin intrauterine. Ketidakseimbangan
pertumbuhan menyebabka tulang rawan septum nasi terus tumbuh meskipun batas
superior dan inferior telah menetap. Trauma dapat juga berupa pukulan ke
wajah.Dengan demikian terjadilah deviasi septum.(1,2,3,4,5,8,9,10)
INSIDEN
Obstruksi
nasal adalah masalah yang sering dijumpai. Pada tahun 1974, Vainio-Mattila
menemukan 33% insiden dari obstruksi jalan nafas hidung diantara sample dewasa
acak. Deviasi septum ditemukan lebih sering ditemukan berupa malformasi
struktural yang menyebabkan obstruksi hidung. Pada klinis ditemukannya 26%
untuk kasus deviasi septum.(10)
BENTUK DEFORMITAS
Bentuk
deformitas septum adalah;
1. Deviasi, biacanya berbentuk huruf C atau S
2. Dislokasi, yaitu bagian bawah kartilago septum
keluar dari krista maksila dan masuk kedalam rongga hidung.
3. Penonjolan tulang atau tulang rawan septum, bila
memanjang dari tulang rawan septum, bila memanjang dari depan ke belakang
disebut krista dan bila sangat runcing dan pipih disebut spina
4. Bila deviasi dan krista septum bertemu dan melekat
dengan konka dihadapannya disebut sinekia.
Bentuk ini akan menambah beratnya
obstruksi.(2,10)
GEJALA KLINIK
Keluhan yang paling sering pada deviasi septum adalah sumbatan hidung.
Sumbatan bisa unilateral, dapat pula bilateral, sebab pada sisi deviasi
terdapat konka hipotrofi, sedangkan pada sisi
sebelahnya terjadi konka yang hipertrofi, sebagai akibat mekanisme
kompensasi.(2,4,7,10)
Keluhan
lainnya dapat dari beberapa gejala berikut:
a) Rasa nyeri di kepala dan di sekitar mata.
b) Penciuman terganggu (apabila terdapat deviasi pada
bagian atas septum).
c) Sinusitis (apabila deviasi septum menyumbat ostium
sinus)
d) Perdarahan hidung berulang.
e) Mendengkur ketika tidur (pada bayi dan anak-anak)
(2,4,7,8,9,10)
DIAGNOSA
Diagnosis ditegakan berdasarkan gejala dan hasil pemeriksaan fisik.(4)
TERAPI
Apabila gejala tidak ada atau keluhan
sangat ringan tidak diperlukan dilakukan tindakan koreksi septum. Ada dua jenis
tindakan operatif yang dapat dilakukan pada pasien dengan keluhan yang nyata
yaitu reseksi submukosa dan septoplasti.(2,3,4,5,6,8,9,10)
a)
RESEKSI SUBMUKOSA (SUBMUCOUS SEPTUM RESECTION SMR)
Pada operasi ini mukosa perikondium dan mukoperiostium kedua sisi
dilepaskan dari tulang rawan dan tulang septum. Bagian tulang atau tulang rwan
dari septum kemudian diangkat, sehingga mukoperikondrium dan mukoperistium sisi
kiri dan kanan akan langsung bertemu di garis tengah.
Reseksi submukosa dapat menyebabkan komplikasi seperti terjadinya hidung
pelana (saddle nose) akibat turunya
puncak hidung, oleh karena bagian atas tulang rawan septum terlalu banyak
diangkat.(2,3,6,10)
b)
SEPTOPLASTI ATAU REPOSISI SEPTUM
Pada operasi ini, tulang rawan yang bengkok direposisi. Hanya bagian yang
berlebihan saja yang dikeluarkan. Dengan cara operasi ini dapat dicegah
komplikasi yang mungkin timbul pada operasi reseksi mukosa, seperti terjadinya
perforasi septum dan hidung pelana.(2,3,4,5,7,8,10)
PROGNOSIS
Prognosis pada pasien deviasi septum setelah menjalani operasi cukup baik
dan menghindari terjadinya trauma.
DAFTAR PUSTAKA
1.
Adam L. George,
Boies R. Lawrance, Higler A. Peter, Boies Buku Ajar Penyakit THT, Penerbit EGC
Jakarta, hal: 173 -235
2.
Soepardi Arsyad E,
Iskandar Nurbaiti, Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorokan Kepala
Leher, Penerbit FK UI Jakarta, 2001, Hal: 88 – 89
4.
Deviasi Septum,
available from :
6.
Ballenger Jacob
John, Penyakit Telinga Hidung Tenggorok Kepala Leher, Penerbit Binarupa Aksara,
Jakarta, hal: 99 – 111